Berita Hawzah – Ustaz Reza Ramazani, Sekretaris Jenderal Majma‘ Jahani (Majelis Dunia) Ahlulbait (as), pada Rabu sore dalam acara penutupan Kongres Internasional keempat “Jalan Keselamatan” yang mengusung tema Nahj al-Balaghah dan Pemerintahan ‘Alawi, menegaskan:
“Nahj al-Balaghah adalah risalah yang menghidupkan jiwa bagi masyarakat masa kini; sebuah risalah yang mampu menyelamatkan manusia dari berbagai tantangan budaya, moral, politik, dan ekonomi dunia modern.”
Beliau menekankan pentingnya membangun wacana ‘Alawi di dunia masa kini dan berkata:
“Kita harus mengenal, berinteraksi, dan meniti jalan Amirul Mukminin Ali (as). Berbicara tentang Imam Ali (as) memang sulit, namun hidup di jalan beliau jauh lebih sulit. Dalam Republik Islam, kita telah memulai sebuah upaya besar untuk mewujudkan pemerintahan ‘Alawi dalam seluruh dimensi budaya, politik, dan ekonomi.”
Ustaz Ramazani menyinggung krisis-krisis global dan menuturkan:
“Masyarakat dunia saat ini menghadapi tantangan mendalam dalam bidang martabat manusia, keadilan ekonomi, dan identitas budaya. Dalam sistem liberal, perdamaian berarti tunduk pada kehendak kekuatan besar, bukan perdamaian yang adil. Distribusi kekayaan dunia pun sangat timpang, 90 persen kekayaan global dikuasai hanya oleh 10 persen populasi. Sistem seperti ini telah mengosongkan manusia dari nilai-nilai batin dan menciptakan bentuk baru perbudakan intelektual.”
Beliau juga menyoroti penyalahgunaan konsep moralitas dan martabat dalam peradaban Barat, dan menambahkan:
“Di dunia modern, istilah seperti kebebasan dan martabat lebih merupakan reaksi terhadap masa lalu yang penuh kejahatan, bukan pendekatan sejati untuk memuliakan manusia. Sementara itu, dalam ajaran Islam dan pemerintahan ‘Alawi, martabat manusia adalah nilai yang hakiki dan karunia Ilahi, yang harus tampak nyata dalam perilaku dan tatanan sosial.”
Sekjen Majma‘ Jahani Ahlulbait (as) menjelaskan bahwa sistem pemerintahan ‘Alawi berlandaskan pada pengembangan keutamaan, bukan kekuasaan.
“Dalam pemerintahan Amirul Mukminin (as), tujuan pembangunan bukanlah untuk kekuasaan, melainkan menumbuhkan keutamaan, ilmu, rasionalitas, dan kemanusiaan. Imam Ali (as) adalah tolok ukur kebenaran dan keadilan; bahkan dalam ziarah disebut sebagai mizan al-a‘mal (timbangan amal). Ini menunjukkan bahwa dalam sistem ‘Alawi, keadilan dan martabat menjadi standar penilaian pemerintahan.”
Beliau menambahkan:
“Kini lebih dari sebelumnya kita memerlukan kembalinya rasionalitas religius dan pembinaan moral, baik pada tingkat individu maupun sosial. Seperti yang ditulis almarhum al-Kulaini dalam pendahuluan Ushul al-Kafi, ukuran kedewasaan masyarakat manusia adalah akal; dan rasionalitas merupakan dasar dari martabat serta kematangan insani.”
Dalam bagian lain pidatonya, Ustaz Ramazani mengatakan:
“Dalam pandangan ‘Alawi, tujuan pemerintahan bukan hanya untuk menyediakan kesejahteraan materi, tetapi untuk membawa manusia menuju ketenangan jiwa dan spiritualitas, ketenangan yang hanya bisa dicapai di bawah naungan hukum Ilahi. Inilah perbedaan antara hukum manusia dan hukum Tuhan: hukum Ilahi menuntun manusia menuju keabadian dan kesempurnaan.”
Beliau menegaskan pula bahwa cinta (mahabbah) dan loyalitas (wilayah) merupakan inti dari pemerintahan Islam, seraya berkata:
“Dalam sistem sekuler dan liberal tidak ada tempat bagi kasih antara penguasa dan rakyat; sedangkan dalam pemerintahan ‘Alawi, politik berpadu dengan moral, cinta, dan iman.”
Your Comment